Sudah pernahkah kita secara dengan menyengaja ambil langkah pengembangan diri yang terancang rapi dan mempunyai kurikulum yang terang untuk diri sendiri? Sejauh ini berkesan kita cuma menjadi object dari sebuah rangka pengembangan yang sudah dilakukan oleh satu kelompok orang.
Mereka membuat desain apa yang dipandang memerlukan pada kita. Kita ialah object kurikulum yang dibuat oleh seseorang, dan kita hanya terima dengan pasrah apa yang diberikan pada kita itu.
Kita belajar itu dan ini berdasar sebuah road map yang digagas oleh instansi pengurus pendidikan. Konten apapun itu sebagai sisi proses dari pengembangan diri itu seutuhnya menjadi kuasa faksi pengurus. Kita cuma hanya terima kepercayaan jika yang diberikan ke kita ialah suatu hal yang bagus.
Kita belajar materi pelajaran resmi dengan semua tata posisi dan isi materi yang dipandang tepat. Kita diberi instruksi berkaitan sikap, sudut pandang, dan lain-lain oleh seseorang yang dipandang pantas untuk lakukan tersebut.
Tetapi di akhir “narasi” perjalanan tempuh pendidikan sejak taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, tidak semuanya orang merasakan dianya cukup mahir untuk melalui kehidupan. Mereka sering merasa sangsi pada kehidupan yang dilaluinya. Apa yang keliru?
Bukankah kita sadar jika sebenarnya sejauh ini kita sering meremehkan suatu hal yang terpenting pada kita masing-masing? Kita lebih sukai akhiri perjalanan pengembangan diri hanya di akhir saat pendidikan resmi saja.
Kita berangggapan jika bersamaan dengan kelulusan kita dari instansi pendidikan seperti sekolah atau kampus karena itu usai juga usaha untuk selalu mempertajam kekuatan di dalam diri. Walau sebenarnya masa saat belajar tidak hanya pada itu saja, tetapi harus dilaksanakan bahkan juga sampai akhir hayat.
Masalahnya, pengembangan diri berasa lebih terukur ketika kita ada pada suatu instansi pendidikan resmi karena di situ kita dibantu dan ditujukan ke arah peta ajar yang dikonsep oleh komune yang mempunyai kewenangan. Dan hal tersebut seolah demikian berlainan ketika kita tidak menjadi sisi dari pendidikan resmi.
Kita mirip orang bebas yang tidak merasakan perlu untuk meningkatkan diri kembali. Mungkin cuma beberapa orang yang mempunyai keinginan untuk selalu belajar. Mereka meng ikuti training, meng ikuti seminar, meng ikuti komune, dan lain-lain. Hal tersebut dilaksanakan sebagai sisi untuk selalu merasa terukur dalam usaha mengmbangkan diri.
Namun tidak tiap orang sanggup atau dapat lakukan tersebut. Umumnya ada ongkos lebih yang perlu dikeluarkan untuk mengkuti training, seminar, atau gabung dalam komune. Hingga cukup banyak yang memutuskan untuk jalani hidupnya seperti air mengucur. Biarkan semua terjadi apa yang ada.
Tanpa ide dan arah yang terang untuk arahkan kita ke mana di periode mendatang. Walau sebenarnya, jika ingin menjadi sisi proses dari pengembangan kita harus jalan sesuai dengan kurikulum yang dibuat. Seperti anak sekolah yang jalani step by step pendidikan yang diatur oleh dinas pendidikan.
Tetapi “boro-boro” meng ikuti kurikulum pengembangan diri, membuat saja belum pasti kita kerjakan. Jangankan lakukan usaha pembikinan, menyaksikan gambarannya saja belum pasti membuat kita bernafsu. Berikut permasalahannya.
Kita ingin berkembang tapi tidak paham perubahan apakah yang ingin kita capai. Kita ingin meningkatkan diri tapi tidak paham bagaimana triknya untuk berkembang. Mungkin kita telah terlampau tergantung oleh seseorang dalam membuat desain kurikulum pengembangan kita.
Sayang, saat ini umumnya dari kita bukan sisi dari peserta didik instansi resmi yang ditata oleh kurikulum dengan rapi dan terukur. Kita seutuhnya bertanggungjawab atas keadaan kita masing-masing. Berkembang tidaknya kita itu seutuhnya menjadi hak kita. Mereka yang mempunyai kesadaran karena itu akan berusaha untuk mengatur lagi hidupnya.
Mereka akan menyaksikan apapun saja yang penting diperbarui dan di-update pada dianya. Mereka akan menata sebuah gagasan pengembangan diri periode pendek, periode menengah, sampai periode panjang. Beberapa ada yang perbanyak membaca buku, beberapa ada yang meng ikuti pelatihan atau training ketrampilan tertentu, beberapa ada yang jalani kuliah kembali, dan lain-lain.
Pada dasarnya mereka ingin jadikan diri mereka figur yang lebih bagus, lebih trampil, lebih berpengetahuan, lebih berpikiran, serta lebih berkembang dibanding sebelumnya. Tetapi perubahan itu bukan suatu hal yang sudah dilakukan sembarangan dan meng ikuti orang kiri-kanan.
Perubahan itu perlu dengan menyengaja diperkirakan dan diusahakan terwujud pada sekian tahun kedepan. Akan menjadi seperti apakah kita beberapa saat kedepan?
Itu bergantung dari sesuatu yang kita targetkan ini hari. Semakin khusus itu bergantung pada kurikulum apakah yang akan kita aplikasikan pada kita masing-masing.
Kurikulum pengembangan diri ialah tentang mempersiapkan gagasan pengembangan kita di periode mendatang. Ingin dibawa ke mana dan jadi seperti apakah hidup kita hal tersebut yang paling penting.
Kita ingin meningkatkan diri dan jadikan diri sebagai figur yang seperti apakah untuk setahun, 5 tahun, atau 10 tahun kedepan hal tersebut pasti harus dipersiapkan sebegitu rupa hingga betul-betul diwujudkan sama seperti yang kita harap.
Hidup kita bukan sesuatu kebenaran. Kita mempunyai kendalian penuh pada usaha pengembangan kita. Kita tidak lagi kelompok “beberapa anak” yang pendidikannya tetap ditujukan oleh seseorang. Kita harus sanggup pilih apa yang kiranya terbaik untuk hidup kita.